Kunjungan ke Manila & Yangon

Di dalam rangka meneguhkan dan mendukung tim kepemimpinan yang baru di Navigator Filipina, saya dan Wiewiek sedang menuju Manila dan akan disana sampai 5 Desember.

6-9 Desember, kami akan langsung mengunjungi Yangon Myanmar dan bertemu dengan tim kepemimpinan di sana. Situasi politik dan Covid menjadi tantangannya.

Tolong doakan untuk perlindungan Allah dan hikmat perkataan kami supaya tujuan di atas bisa tercapai.

#Kuasa Injil – 1

Februari tahun 1982, saat pertama diajak PA oleh teman, sepulangnya saya menulis di dalam buku harian saya ‘This is it!. Lama sekali saya menantikan ini’. Sejak saya menerima Kristus di usia 12 tahun, iman saya mengembara tak tentu arah dan menantikan sesuatu tetapi tidak tahu apa itu. Pemuridan di Navigator kemudian menjadi jawabannya. Tetapi bukan ini yang saya mau ceritakan 🙂

Saat awal dimuridkan, Kis. 16:31 sangat berkesan bagi saya; janji bahwa seisi keluarga saya akan diselamatkan. Ttetapi, panggilan di Navigator menuntun saya untuk meminta lebih dari Tuhan. Saya meminta melalui Kis. 16 tersebut bahwa tidak hanya seisi keluarga besar saya (masih banyak yang M atau saudara sepupu) akan diselamatkan, tetapi supaya mereka menjadi pekerjaNya.Bertahun-tahun kemudian, Tuhan memang menggenapi janjiNya dan berkenan menjawab doa saya. Beberapa dari mereka kemudian menjadi percaya (dari M) dan terus aktif menjangkau dan berbuah buah hidupnya sampai sekarang. Tetapi bukan ini juga yang mau saya ceritakan.

Adik bungsu saya (anak nomer 10), sangat liar kehidupannya sejak ditinggal ibu kami. Memberontak, menikah dengan preman dan punya anak sebelum menikah. Kemudian hari suaminya diceraikannya dan pacaran dengan lelaki lain di kampung yang juga preman (orang M).

Suatu hari pacarnya berkelahi dengan pemuda lain di desa dan melukainya sehingga dia melarikan diri dari desa ke Kalimantan Timur karena polisi juga mencarinya.Saya kehilangan kontak beberapa tahun dengan adik saya ini.

Suatu kali saya memperoleh nomer telepon pacarnya dan mencoba menghubungi. Rupanya mereka menikah di Kaltim sana dan pindah ke Ogan Komering Ilir, bekerja di kebun kelapa sawit sebagai kuli pemetik buah.

Dalam masa-masa pelariannya, rupanya adik saya ini menerima Kristus secara pribadi. Saat kemudian ketika saya bisa meneleponnya, dia menceritakannya. Saya mengundangnya dan dia bersama satu anaknya menginap di rumah kami selama 3 minggu. Banyak hal terjadi rupanya, termasuk suami dan mertuanya di OKI yang masih belum percaya dan M.

Saat di OKI dan sesudah bertobat, adik saya mengajak suaminya ke desa untuk ke kantor polisi dan juga menemui pemuda yang berkelahi dengannya. Tujuan nya adalah untuk berdamai dan menyelesaikan masalah pelariannya. Proses berjalan lancar sehingga saat saya undang untuk pertemuan keluarga besar di desa, mereka berdua dia bisa bergabung tanpa persoalan lagi.

Dalam 2 tahun terakhir ini, adik saya meminta saya untuk menolongnya bertumbuh dalam Kristus dan juga memenangkan suami serta mertuanya. Hampir setiap hari saya mengiriminya dengan renungan saat teduh dan memuridkannya secara alamiah.

Kehidupan terus berlangsung dan perjalanan masih panjang, tetapi kuasa Injil tidak diragukan mengubah kehidupan.

25 Tahun Menikah

Diingatkan untuk berbagi tentang perbuatan kasih karunia Allah saat kami mulai masuk pintu gerbang pernikahan.

Berikut hasil oret-oretan 6 January kemarin saat merenung di ulang tahun pernikahan yang ke-25.

Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong. Mazmur 22:12

25 tahun yang lalu, saat membaca ayat ini saya merasa sangat terwakili, seakan-akan tahu persis apa yang saya sedang rasakan dan alami. Apalagi dibarengi dengan ‘mimpi mencekam’ sepanjang malam hingga pagi hari sebelumnya sampai tidak tahu antara mimpi atau sedang mengalaminya secara nyata.

Saat itu tinggal beberapa minggu lagi saya menikah dengan Wiewiek (6 January 1996). Sementara hari H pernikahan semakin mendekat, keadaan yang susah dan kekurangan semakin memuncak. Ayah yang menjadi andalan, menderita sakit berat dan berujung kepada kematian di bulan November 1995.

Selain kesedihan ditinggal, juga tentu saja pupus harapan mendapat pertolongan secara finansial dari beliau. Hasil Tabungan bersama Wiewiek jauh dari mencukupi, kurang 5 hari masih separuh dari budget. Pengajuan pinjaman kontrak rumah untuk tinggal sesudah menikah dipermasalahkan karena dianggap tidak realistis pengembaliannya.

Pada saat yang sama, satu mahasiswa yang saya layani membutuhkan bantuan untuk biaya kontrak tempat tinggalnya, dan jelas sekali Allah menuntun kami untuk mengorbankan uang tabungan pernikahan kami untuk membantunya. Kami dituntun kepada keadaan ‘kesusahan telah dekat, dan tidak ada yang menolong’. Semua keputusan dan komitmen saya untuk mengikuti Kristus dan hanya mengandalkan Dia benar benar dipertaruhkan.

Bahkan dalam mimpi yang mencekam tersebut, seakan-akan 2 pendakwa berdiri disamping saya yang tergeletak tidak berdaya dan berkata dengan penuh ejekan “Ia menyerah kepada TUHAN; biarlah Dia yang meluputkanmnya, biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan kepadaNya?” (9).

Ejekan ini muncul saat saya sendiri mengeluh dan curhat tentang beratnya keadaan saya:Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan aku (15?-?16).

Menjelang pagi, seperti mendapat kekuatan baru dan memampukan saya berdiri menghadapi 2 pendakwa tersebut dan mendeklarasikan Mazmur 22:23 “Aku akan memasyhurkan nama Allah kepada saudara-saudaraku dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah;”.

Merasa yakin bahwa Alla akan menolong dan saya bisa mengatasi tantangan menuju pernikahan yang tinggal beberapa minggu lagi. Pernikahan berlangsung seperti direncanakan.

Secara ajaib biaya tersedia, tercukupi dan sesudahnya sisa berlimpah sampai bisa membeli mobil kalau mau. Saat terbang ke Bali untuk honey moon, tiba-tiba pramugara nya meminta kami untuk pindah ke kelas bisnis tanpa penjelasan.

Pembangunan fondasi rumah tangga 25 tahun yang saya jalani dengan kekuatan kasih karuniaNya, salah satu penderitaan yang menjadi bagian dari kebanggaan masa tua.

Covid19: Datanglah KerajaanMu

Matius 6:10

… datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

Yang terutama dari kerajaan adalah rajanya. Raja dengan segala wewenang dan kuasa yang dimilikinya.

Kemudian pemerintahannya, cara dia menggunakan wewenang, kuasa dan segala sumber daya yang ada di kerajaannya. Hikmat dan kebijaksanaannya. Jaminan keamanan dan kesejahteraan warga adalah tolok ukur kebesaran dan kemuliaan suatu kerajaan.

Yang terutama dari Kerajaan Allah adalah Yesus, Raja segala Raja. Segala wewenang dan kuasa ada ditanganNya. Di bumi dan di sorga.

Jaminan keamanan, keselamatan dan kemuliaan kekal selama-lamanya adalah bagi setiap wargaNya.

… datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga.

Kerajaan Yesus dikatakan sudah datang, ketika Yesus secara nyata menjadi Raja di didalam nya … di dalam diri pribadi kita, di dalam pelayanan kita … keluarga inti, keluarga besar, … di lingkungan pekerjaan … pertemanan … tetangga … jaringan sosial … suku-suku bangsa … di negara kita.

… datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga.

Matius 12:28 Tetapi jika Aku mengusir setan dengan kuasa Roh Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah datang kepadamu.

Kerajaan Yesus sudah datang ketika setan-setan terusir … ketika segala penyakit yang dibawanya tersembuhkan … ketika kuasaNya hadir dan bekerja.

… datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga.

Kehendak Yesus Raja kita jadi ketika … kehendakNya dalah kehendak kita juga … ketika hikmat, kuasa, perkataan dan perbuatanNya adalah hikmat, kuasa, perkataan dan tindakan kita juga.

Ketika pengorbanan dan pelayananNya adalah pengorbanan dan pelayanan kita juga.

Ketika hikmat, cara, metoda, alat dan pendekatanNya … adalah hikmat, cara, metoda, alat dan pendekatan kita juga.

Ketika kasihNya adalah kasih kita juga.

Tuhan Yesus Raja kita, tahu persis apa yang terjadi dengan pandemi ini. Pandemi ini sepenuhnya dalam kendali kita. Dia sudah tahu kapan berhentinya.

… datanglah KerajaanMu, jadilah kehendakMu di bumi seperti di Sorga.

Ketika pada akhirnya pandemi ini dihentikanNya, apakah KerajaanNya sudah nyata datang di dalam kehidupan kita? Di dalam cara hidup kita? Di dalam pelayanan kita? Di dalam kepemimpinan kita? Di dalam pekerjaan kita?

Ketika pada akhirnya pandemi ini dihentikanNYa …,

… sejauh apa kehendakNya sudah menjadi kehendak  saya? Keluarga saya? Pelayanan saya? Kepemimpinan saya?

… seperti apakah kehendakNya menjadi kehendak saya? Bagaimana saya mengetahuinya?

  • Apakah kehendakNya jadi saat saya bertobat atas dosa kebiasaan saya? Bertobat dari kesombongan saya? Hubungan saya?
  • Apakah kehendakNya jadi kalau saya mengubah cara pandang saya? Fondasi pelayanan saya? Cara pelayanan saya? Kepemimpinan saya?

Covid19: Meratap

Ratapan 3

Akulah orang yang melihat sengsara … Ratapan 3:1
‘Melihat’ : mengalami dan menyaksikan kesengsaraan orang Israel ketika Yerusalem ditakhlukan dan diangkut ke pembuangan Babel (2 Raja 24:14-15)

“Pandemi ini … tantangan dan bahaya yang besar sekali bagi setiap bangsa di dunia kita menghadapi tantangan yang tidak pernah diduga dan dialami sebelumnya,” Dmitry Peskov, juru bisara Putin presiden Rusia, CNBC Selasa 22 April, 2020.

Seperti Yeremia kita sedang meratap, … (Ratapan 3:2-20)
… menempatkan aku dalam kegelapan yang tidak ada terangnya … dipukul berulang-ulang … menyusutkan dagingku dan kulitku, tulang-tulangku dipatahkan … tembok sekelilingku, mengelilingi aku dengan kesedihan dan kesusahan … menempatkan aku di dalam gelap seperti orang yang sudah lama mati … menutup segala jalan ke luar bagiku, Ia mengikat aku dengan rantai yang berat …. walaupun aku memanggil-manggil dan berteriak minta tolong, tak didengarkan doaku … merintangi jalan-jalanku dengan batu pahat, dan menjadikannya tidak terlalui …laksana beruang Ia menghadang aku, laksana singa dalam tempat persembunyian … membelokkan jalan-jalanku, merobek-robek aku dan membuat aku tertegun … menjadikan aku sasaran anak panah … menjadi tertawaan bagi segenap bangsaku, menjadi lagu ejekan mereka sepanjang hari … mengenyangkan aku dengan kepahitan, memberi aku minum ipuh … meremukkan gigi-gigiku dengan memberi aku makan kerikil; Ia menekan aku ke dalam debu … menceraikan nyawaku dari kesejahteraan, aku lupa akan kebahagiaan …

“Ingatlah akan sengsaraku dan pengembaraanku, akan ipuh dan racun itu.” 
Jiwaku selalu teringat akan hal itu dan tertekan dalam diriku. 

Seperti Yeremia, saat ini kita …
Semakin merasakan kesengsaraan … semakin mengalami dan menyaksikan kesengsaraan orang-orang lain di sekitar kita … kesengsaraan bangsa-bangsa.

Seperti Yeremia, kita …
Menjadi ungkapan dan wujud penderitaan Kristus … menjadi perantara kesengsaraan banyak orang kepada Allah.

Seperti Yeremia, kita … (Ratapan 3:22-26)
Dalam kesengsaraan yang belum tahu kapan berakhirnya kita menemukan jawaban nya.
Kita menemukan yang seharusnya menjadi fokus perhatian kita.

… bahwa tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmatNya, selalu baru setiap pagi, besar kesetiaanNya
… bahwa Allah adalah bagian kita, ada harapan di dalam Tuhan
… bahwa Tuhan baik bagi orang yang berharap kepadaNya, bagi jiwa yang mencari Dia
… bahwa adalah baik menanti dengan diam pertolongan Dia.

COVID19: The Responses

Globally we are being in a crisis caused by covid19 pandemic. In daily bases even hour you can find updates about it. Different leaders and experts are working hard to deal with it and the effects that apparently collateral.

What would be the essential thing for us as individual to respond to among those with practicality in dealing with the virus spread rapidly?

Here below are the list from my personal reflection:


Come to God and acknowledge Him as who he is claiming to be: “I am who I am”. Praise and worship Him; acknowledging His Sovereignty over the pandemic beyond our understanding.
Open our hearts and minds to God. Repent for your sin and for Indonesia. Ask for His mercy with praise and thanksgiving.
Visit each other online for mutual encouragement in His Word, to spur one another to love and good deeds with a missional mindset.
Invite others to join you for prayer: for one-anothering and for the nations.
Distribute your wealth physically and spiritually to people in need surround you; especially to those in the Kingdom Family.

Keluarga Navigator

Oleh kemurahan dan anugerah Tuhan Yesus, dalam perjalanannya Navigator telah menciptakan sebuah keluarga: Keluarga Navigator. Keluarga yang diikat dan dijagai oleh nilai kerajaan Allah, khususnya kasih karunia dan kasih Yesus Kristus. Keluarga yang terbentuk karena sejarah perjalanan rohani bersama dalam pemuridanNya, baik yang awalnya di konteks kampus maupun kemudian di berbagai  konteks lainnya.

Dalam perkembangannya, ikatan kekeluargaan ini meluas kepada hubungan-hubungan alamiah juga dimana anggota keluarga jasmani kita ikut menikmati indahnya suasana kekeluargaan Navigator. Lebih jauh lagi, karena nilai Kerajaan Allah yang mendasarinya maka keluargaan Navigator juga dinikmati oleh berbagai jaringan alamiah dari Para Navigator; termasuk mereka yang terhilang di sekitar kehidupan Para Navigator (orang Navigator).

Perluasan pengertian Keluarga Navigator ini memiliki implikasi secara ke-organisasi-an juga. Mereka yang menikmati dan merasa bagian dari Keluarga Navigator, secara panggilan pelayanan tidak berarti sejalan. Ada banyak dari alumni pelayanan kampus Navigator misalnya, saat ini merupakan aktifis (pengurus, karyawan, staf full timer, dll nya) lembaga pelayanan lain yang nota bene memiliki panggilan atau visi misi yang berbeda dengan Para Navigator. Mereka tetap terhubung dengan baik dan bekerja sama dengan Para Navigator dalam operasinya baik secara formal maupun informal. Ini terjadi karena nilai kekeluargaan ini; nilai-nilai Kerajaan Allah yang dipraktekkan di dalam Keluarga Navigator.

Tetapi harus diakui bahwa menjadi bagian dari Keluarga Navigator bukan berarti menjalankan dan ‘commit’ terhadap panggilan Navigator atau selaras dengan Panggilan Para Navigator.

Sebagai organisasi dengan panggilan yang unik, maka tim kepemimpinan dan staf Para Navigator perlu menerapkan hikmat organisasi di dalam mengelola Keluarga Navigator ini. Perlu hikmat bagaimana memanfaatkan hal yang baik ini untuk lebih setia lagi memenuhi Panggilannya. Perlu hikmat di dalam membangun sinergi dan keselarasan atas mereka yang mau menyerahkan diri kepada Panggilan Navigator. Kiranya semakin banyak pekerja dibangkitkan dan dilipatgandakan untuk Indonesia tercinta dan untuk bangsa-bangsa.

Leadership Transition

One big chunk of lesson I personally encouraged recently is about leadership transition. With generational mindset in mind, leadership transition as always become one of the those agenda in our strategic plan the time we assume our role as a leader. You may ask yourself from the beginning, ‘Who will be the next one? How I can be help to develop and help him or them? I talk here particularly for us as an ND or a Country opener.

It is one of the health indicators for our ministry, whether there is the next generation leader who will take the button from us in time. It could be either national (or team of nationals and missionaries) who will take over the responsibility from you as missionary or just the next younger leaders from your own nationality.

Lesson 1: Jesus carefully and seriously dealt with the transition; from him to his disciples. He spent most of his last days on earth with his inner circle of the disciples (John 13-16). He interacted with his father so intensely about it (John 17) and made sure every foundational factors has been in place already (knowledge of him, the Word, protection, sanctification, love & unity, modelling, sending, vision casting, come alongsiding, etc.).

Lesson 2: Leadership transition is a spiritual endeavor and much more than just organizational matter. In so many time and ways, it challenges our character and maturity personally and corporately; for instance our humility, contentment, love and unity.  The leading of the Holy Spirit on it is unquestionable. His wisdom we need from to process it is imperative.

We faced different kind of difficulties about it. Sometime we stuck  somewhere not knowing what to do and overwhelm with the problem and conflict caused by it.

Leadership transition is a spiritual matter because it reflect our step of faith. It’s step of it because some time our human rational against ourselves.  Leadership transition taking place usually in situation where we have had our establishment in our role as leader. We have had the experiences, we confident with the responsibility, wisdom needed  to lead. We enjoy our comfort zone in leading the works. Oppositely we usually cannot see the readiness of the younger generations to take over or to replace us. Sometime we feel the environment just not about right to do it. The qualities has not been seen enough as we some time may think.

Last but not the least, our enemy usually take advantage during the process. It seem to me, he study carefully about it and make the best of our weaknesses to attack.

God forbid that we will take it for granted this. We should be stronger in his grace whenever come to it; praying, humble ourselves before his throne and helplessly dependent to the Holy Spirit to lead.

Lesson 3: You may say I am exaggerating, but it seem to me that there no such a neat and smooth environment and process when come to leadership transition. You can expect problems when you have it. At least, that was something I experience and observe.  One big word usually challenge us: Not ready!

I was amaze with what Jesus has in mind when he asked Peter and other disciples to take of his. It was not ready gang of disciples and messy environment among them that he has. Peter who denied him, Jude who betrayed, misunderstanding about God’s Kingdom, boastful and prideful disciples and all others’ messiness. Yet Jesus understanding about transition is about right. It was the time need to pass on the button and leave them. Even better thing to do.

Lesson 4: Relax. God is in control. Beautifully God as what he promised us will always present and helps whenever we take courage to take step of faith and helplessly dependent on him. Our openness to any  feedbacks, leadership and others within our leadership community will help us. It’s a key to the Holy Spirit leading (Col. 3:15). Let it be part of our faith challenges as a servant leader of Christ. Let’s focusing ourselves to what is essence as Jesus did

Different angle of story

Diwawancarai mengenai perjalanan kehidupan, berikut adalah sesudah dituangkan dalam tulisan.

Diceritakan dari sudut penyajian yang berbeda, kadang ada sisi berkat lainnya juga.

The Good News in South East Asia

Before A.P.* was born, his parents practiced the religion common to their Southeast Asian country. When his older sister was two weeks old, she became very ill. The doctor couldn’t do anything, the local witchcraft healer couldn’t help, but a Christian man came to their home and prayed for her. She was healed right away. They became curious about the Christian faith and sent away for Bible study materials; they declared their faith in Jesus. That was 60 years ago.

Because of his parent’s faith, A.P. grew up knowing about Jesus and went to Sunday School. He decided to follow Jesus at a young age. Every time he heard the gospel, he prayed to receive Christ, but he didn’t really know what it meant to follow Christ as a disciple. In college, a friend invited him to a Bible study, and he was excited to learn how to live as a disciple of Jesus.

A Disciplemaking Legacy is Born in Southeast Asia

AL & EL first met A.P. in that Bible study at the university. They went to Southeast Asia and spent 14 years serving there. El describes how she felt when they first arrived: “The tropical heat was difficult, the language sounded strange, the culture unknown, and the food was hard to identify. But the initial difficulties turned into a deep love for the people, the food, the heat, and an understanding of the language and culture.”

Recently Al & El were able to return for the 50th anniversary of the work in this country and they connected with generations of brothers and sisters in Christ who are following God and making disciples across the country.

At the celebration of the ministry, A.P. introduced Al and Elaine to eight generations of disciplemakers who were able to travel to the festivities. El shared, “We were able to see their vision for the millions who are lost in their country, and to share their joy for those who are walking in the Truth. I remembered John’s words in 3 John: I have no greater joy than to hear that my children are walking in the Truth” (v. 4).

Hope in the Face of Opposition

Living for Jesus has not been easy for A.P. and his family. When A.P. built a home, people threatened to burn it down because of a rumor that it was a church, not a home. The workers stopped coming to work on the house and the neighbors threw bags of garbage in the compound daily. A.P. was perplexed and prayed, “Jesus, I can’t stand this anymore.”

A.P. heard Jesus say to him, “I let it happen so they will know My mercy.” He thought, “Okay, then. Let it be more.”

He went to meet with the local chief and the neighbors one by one. He built good relationships with them and now they protect his house. They even invited A.P. to be a neighborhood leader. A.P.’s son and daughter are following Jesus and are involved in The Navigators as well.

A.P. and a team disciple students at the university, local high schools, churches, and reach out to those who follow a different religion. As a religious minority in the country, they experience insecurity and harassment. When the team gathers, they don’t sing for worship because they don’t want to attract attention to their meeting and have people think they are a church. Over the years, they have seen the Good News spread to other cities, islands, and regions of the country, to share the hope of Jesus with those who don’t yet follow Him, and grow disciples, who will disciple others.

The Story of Sumi

In Indonesia we have 5 recognized religions but the majority of the country are Focus People; about 200 million out of 255 million. With these numbers, we consider as the biggest Focus People country in the world. There is a huge wall of hostility between Christian and Focus People. For the Focus People , Christian are religion with three Gods, eating unclean food, drink alcohol; even many of them associate Christianity with western consumerism or America and they really don’t like it.

Proselytizing will cause serious implications to them and the family. When someone changes from being a focus people to being a Christian, then typically their family will stop having anything with them. Even in many cases, people are persecuted by the family and casted out from the village where they live.

In Indonesia, the Navigators more and more encourage those who believe to remain in their natural identity, i.e. stay as a Focus People.

I would like to tell the story of Sumi, a devoted Focus People; house girl who came to our family in 1999. She helped us with cooking, cleaning, etc. We live in a neighborhood surrounded by Focus People. Sumi was from a village and her family knew that we are Christian and they warned Sumi to be very careful around us because of the bad influence we might be on her. Her religion school friends in the village also do the same, they made a call and warn her every other week.

Over time, after couple of months Sumi got to know us well. We also had many people coming through our house – students and graduates who were part of the believers community – and as she worked she had many conversations them, and also got to know some of them really well.

She saw something in us that she really liked. The other day she asked us to meet, “Can I talk with you and Mrs Wiewiek personally?”

“Sure, what about it?”. 

“I want to say many gratitude and thanks to you, because the opportunity you give to me to work in your family?”.

“Why is that, what’s happening?” We kind of surprise.

“I see so much wisdom being practiced in this house!”.

Some time later, she asked to the alumni who stays with us about the meaning of grace; term that practically  not common to the Focus People. Afterward she told that about 2 weeks before she believed in Isa Almaseh (Jesus Christ in Arabic).

When we asked how saw it happening, she said it was 11 pm and she was so terrified with her realization of her sin. She asked forgiveness to her God but nothing happen. Then she kind of trying to repent and asked forgiveness in the name of Isa Almaseh. She surprised because she felt relieved and her burden was lifted up. She also told me that she has joyful heart and peaceful mind afterward with knowing the reason.

Since then she was helped by the alumni to study the Bible and grew in her faith, but secretly. She remained in her religion identity. We knew if she told her family that she was a Christian they would disown her, and even could be persecuted.

At some point she realized Isa Almaseh was good to her, but he could also be good for her family. So she would return to the village and share stories about how Isa is helping her. Her mother was responded well and started to pray to Isa.

Across my country we have many people like Sumi who are following Jesus but also living in the mainstream of Focus People society. There are many issues ad difficulties along the way, but we continue to see the Good News of Jesus Christ spread into people’s lives and make real changes for good.